Indonesia tengah dilanda krisis pasokan kelapa parut, sebuah bahan penting dalam berbagai olahan kuliner Nusantara. Masalah ini muncul bukan karena gagal panen atau bencana alam, melainkan lonjakan permintaan dari luar negeri—terutama China.
Sejak awal tahun, eksportir kelapa Indonesia kebanjiran pesanan dari Negeri Tirai Bambu. Permintaan ekspor yang tinggi ini menyebabkan pasokan kelapa domestik menyusut drastis, memicu kelangkaan di pasar tradisional dan modern.
Dampaknya langsung terasa di level pedagang kecil. Banyak penjual kelapa parut mengeluhkan stok yang makin sedikit, kualitas bahan yang menurun, dan harga yang melonjak tajam.
“Kami sekarang cuma bisa jual sisa dari yang sudah disortir untuk ekspor. Itu pun kadang kualitasnya kurang bagus,” ujar Ani, pedagang kelapa parut di pasar tradisional Depok.
Sebelumnya, satu butir kelapa bisa didapatkan dengan harga Rp 6.000. Kini, harganya bisa menyentuh Rp 10.000 bahkan lebih, tergantung daerah dan ketersediaan.
Tidak hanya rumah tangga dan pedagang pasar yang terpukul. Industri kecil dan UMKM yang mengandalkan kelapa parut sebagai bahan baku utama ikut tercekik.
Produsen makanan tradisional seperti kue, dodol, dan santan instan mengaku kesulitan memenuhi permintaan karena pasokan kelapa yang terbatas dan mahal.
“Kami mungkin terpaksa menghentikan produksi sementara atau menaikkan harga jual produk kami,” keluh Dedi, pemilik usaha kue basah di Bandung.
Pemerintah hingga kini belum memberlakukan pembatasan atau pengaturan yang ketat soal ekspor kelapa. Akibatnya, eksportir bisa dengan mudah menjual hampir seluruh hasil panen ke luar negeri, tanpa mempertimbangkan kebutuhan pasar dalam negeri.
Kondisi ini menimbulkan perdebatan: siapa yang sebenarnya diuntungkan dari krisis ini? Petani memang mendapatkan harga lebih tinggi, namun konsumen dan pelaku usaha kecil dalam negeri justru menderita.
aroma gurih masakan Nusantara, kelapa parut kini jadi komoditas mahal yang langka. Di pasar-pasar tradisional Jakarta, keluhan pedagang makin nyaring, soal harga yang meroket, dan juga soal mutu kelapa yang kian menurun. Di tengah kelangkaan ini, satu negara disebut sebagai “penyedot utama” pasokan kelapa Indonesia yaitu China.