Setelah beberapa pekan muncul harapan akan dimulainya proses perdamaian antara Rusia dan Ukraina, kenyataan kembali berkata lain. Pada awal pekan ini, militer Rusia kembali meluncurkan serangan drone ke sejumlah wilayah di Ukraina. Serangan ini bukan hanya meningkatkan eskalasi militer, tapi juga mempertanyakan kelanjutan upaya diplomatik yang sempat digadang-gadang sebagai titik terang bagi kedua negara.
Rincian Serangan Drone
Menurut laporan dari otoritas militer Ukraina, serangan dilakukan dengan menggunakan drone jenis kamikaze yang menargetkan infrastruktur energi dan wilayah pemukiman di beberapa kota besar, termasuk Kyiv dan Odesa. Beberapa ledakan besar terdengar pada malam hari, dan sejumlah fasilitas penting mengalami kerusakan.
Pihak Rusia mengklaim serangan tersebut merupakan balasan atas aktivitas militer Ukraina di wilayah timur yang disengketakan. Namun, pengamat internasional menilai langkah ini lebih condong sebagai bentuk tekanan menjelang pembicaraan damai yang dijadwalkan dalam waktu dekat.
Batalnya Harapan Perdamaian?
Serangan terbaru ini menjadi pukulan telak bagi inisiatif perdamaian yang sedang dirintis oleh beberapa negara mediator, termasuk Turki dan China. Meskipun belum ada pernyataan resmi mengenai pembatalan perundingan damai, banyak pihak menilai bahwa serangan ini menjadi sinyal negatif terhadap itikad baik kedua belah pihak.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, menyebut serangan ini sebagai bentuk “provokasi militer” yang bertujuan menggagalkan proses perdamaian. Di sisi lain, Kremlin belum memberikan komentar resmi terkait dampak serangan ini terhadap negosiasi diplomatik.
Reaksi Internasional
Masyarakat internasional merespons cepat. Uni Eropa dan Amerika Serikat mengeluarkan kecaman keras terhadap tindakan Rusia, menyebutnya sebagai “eskalasi yang tidak dapat diterima.” Sementara itu, PBB menyerukan penghentian segera serangan dan mendorong semua pihak untuk kembali ke meja perundingan.
Beberapa analis menilai bahwa serangan ini justru bisa menjadi strategi tekanan Rusia untuk memperoleh posisi tawar lebih tinggi dalam negosiasi. Namun, dengan meningkatnya korban dan kerusakan sipil, simpati global cenderung mengarah kepada Ukraina.
Apa Selanjutnya?
Situasi masih sangat cair. Di satu sisi, kedua negara masih terbuka terhadap jalur diplomatik, namun aksi militer seperti ini jelas memperkeruh suasana. Dunia berharap agar serangan terbaru ini bukanlah sinyal bahwa perdamaian telah dibatalkan, melainkan sebuah dinamika taktis yang masih bisa diarahkan ke arah positif melalui tekanan diplomasi internasional.